Ataksia (ataxia)

DEFINISI

Ataksia sering muncul ketika bagian dari sistem saraf yang mengendalikan gerakan mengalami kerusakan. Penderita ataksia mengalami kegagalan kontrol otot pada tangan dan kaki mereka, sehingga menghasilkan kurangnya keseimbangan dan koordinasi atau gangguan gait (Glucosamine/chondroitin Arthritis Intervention Trial).

Ataksia Friedreich merupakan penyakit menurun yang menyebabkan kerusakan progresif terhadap sistem saraf sehingga menyebabkan gangguan gait dan masalah berbicara sampai penyakit jantung. Penyakit ini dinamakan seperti dokter Nicholaus Friedreich, yang pertama kali mendeskripsikan kondisi tersebut pada tahun 1980.

Ataksia yang merupakan gangguan koordinasi seperti kikuk atau gerakan canggung dan tidak kokoh, muncul pada banyak penyakit dan kondisi.

Ataksia Friedreich disebabkan kemunduran jaringan saraf pada urat saraf tulang belakang (spinal cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan otot pada lengan dan kaki. Urat saraf menjadi tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut myelin.

Ataksia Friedriech, meskipun jarang merupakan ataksia yang paling sering diturunkan dan terjadi pada wanita dan pria dengan risiko yang sama.
PENYEBAB

Sebagian besar gangguan yang menghasilkan ataksia menyebabkan bagian dari otak yang disebut serebelum (otak kecil) memburuk atau atrofi. Kadang urat saraf tulang belakang (spinal cord) juga terpengaruh. Degenerasi serebelar dan spinosereberal digunakan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada sistem saraf manusia, namun bukan diagnosa yang spesifik. Degenerasi serebelar dan spinosereberal memiliki banyak penyebab.
GEJALA

Gejala dan waktu onset tergantung dari tipe ataksia. Bahkan terdapat banyak variasi dalam keluarga yang sama dengan tipe ataksia yang sama. Kelainan resesif umumnya menyebabkan gejala yang dimulai sejak masa kanak-kanak dibandingkan dewasa.

Bagaimanapun, dalam tahun-tahun terakhir, sejak tes genetik tersedia, diketahui ataksia Friedreich mulai terjadi saat dewasa pada beberapa kasus. Ataksia dominan sering muncul pada umur 20 tahun sampai 30 tahun atau bahkan lebih tua lagi. Kadang individu dapat tidak menunjukkan gejala sampai usia 60 tahun.

Biasanya keseimbangan dan koordinasi yang dipengaruhi pertama kali. Tidak adanya koordinasi tangan, lengan dan kaki dan kemampuan berbicara adalah gejala umum lainnya. Berjalan menjadi semakin sulit dan ditandai oleh berjalan dengan menempatkan kaki semakin jauh untuk mengimbangi keseimbangan yang buruk.

Gangguan koordinasi lengan dan tangan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol gerak yang baik seperti menulis dan memakan. Gerakan mata yang lambat dapat dilihat pada beberapa bentuk ataksia. Seiring berjalannya waktu, ataksia dapat mempengaruhi kemampuan berbicara & menelan.

Ataksia yang diwariskan merupakan kelainan degeneratif yang berkembang selama beberapa tahun. Seberapa parah dan kemungkinan berujung pada kematian tergantung tipe ataksia, usia dimulainya gejala dan faktor lain hanya sedikit dipahami saat ini. Komplikasi saluran pernapasan dapat menjadi fatal pada orang yang ?bed bound? atau memiliki masalah menelan yang parah.
DIAGNOSA
Diagnosa ataksia Friedreich dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis termasuk riwayat medis dan melalui pemeriksaan fisik. Tes yang dilakukan meliputi:

* Elektromiogram (EMG), yang mengukur aktivitas elektrik sel-sel otot.
* Studi pengantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan rangsangan.
* Elektrokardiogram (EKG), yang memberikan hasil grafik aktivitas elektrik atau pola denyut jantung
* Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung.
* Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan computed tomography (CT) scan, yang menyediakan gambar otak dan urat saraf tulang belakang.
* Ketukan tulang belakang (spinal tap) untuk mengevaluasi cairan serebrospinal.
* Tes darah dan urin untuk mengetahui naiknya kadar glukosa.
* Tes genetik untuk mengidentifikasi gen yang dipengaruhi.

PENGOBATAN

Seiring dengan banyaknya penyakit degeneratif pada sistem saraf, tidak ada obat atau pengobatan yang efektif untuk Ataksia Friedriech. Bagaimana pun, banyak gejala dan komplikasi yang dapat diobati untuk membantu pasien mempertahankan fungsi optimal selama mungkin. Diabetes, jika ada, dapat diobati dengan diet dan obat seperti insulin dan beberapa penyakit jantung juga dapat diobati dengan obat.

Masalah orthopedi seperti deformitis kaki dan skoliosis dapat diatasi dengan alat penguat atau operasi. Terapi fisik dapat memperlama penggunaan lengan dan kaki. Peneliti berharap kemajuan dalam memahami genetik ataksia Friedriech dapat menjadi pemecahan dalam pengobatan.
PENCEGAHAN
Penyakit yang diturunkan secara genetik ini tidak dapat dicegah. Namun, saat ini banyak penelitian yang sedang dilakukan untuk memahami penyakit ini lebih lanjut.

Artritis Rematoid Juvenil

DEFINISI
Artritis Rematoid Juvenil (ARJ) adalah suatu peradangan persendian (artritis) menahun (kronis), yang sudah timbul sebelum usia 16 tahun (mirip dengan artritis rematoid pada dewasa).

Pada saat penyakit ini aktif, pertumbuhan anak akan terganggu.
ARJ lebih banyak ditemukan pada anak perempuan. Paling sering mulai timbul pada usia 2-5 tahun dan 9-12 tahun.

PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui.
Faktor resiko terjadinya ARJ adalah riwayat penyakit ini pada keluarga dan infeksi atau vaksin rubella (campak Jerman).

GEJALA
ARJ merupakan suatu penyakit yang kompleks. Gambaran utamanya adalah artritis, tetapi penyakit ini bisa menyerang sistem tubuh lainnya, seperti jantung dan pembungkusnya (perikardium), paru-paru dan pembungkusnya (pleura), mata dan kulit.

ARJ biasanya dibagi menjadi 5 kelompok penyakit:

1. Banyak persendian yang terkena dan faktor rematoid (faktor Rh) positif
2. Banyak persendian yang terkena dan faktor Rh negatif
3. Sedikit persendian yang terkena dan antibodi antinuklear positif
4. Sedikit persendian yang terkena dan antigen permukaan HLA B27 positif
5. ARJ sistemik (menyerang seluruh tubuh).

Pada 40% penderita, penyakit ini hanya menyerang sedikit persendian; pada 40% lainnya menyerang banyak persendian dan pada 20% merupakan ARJ sistemik (penyakit Still).
Faktor Rh adalah suatu antibodi yang biasanya ditemukan di dalam darah orang dewasa yang menderita artritis rematoid. Faktor Rh jarang ditemukan pada anak-anak yang menderita ARJ. Faktor Rh lebih sering ditemukan pada anak perempuan dengan ARJ yang menyerang banyak persendian.

Gejala awal biasanya berupa kekakuan sendi pada pagi hari.
Artritis pada ARJ ditandai dengan pembengkakan sendi disertai nyeri dimana nyeri timbul jika persendian digerakkan dan kadang timbul jika persendian disentuh. Kulit diatas persendian biasanya tidak tampak merah, tetapi mungkin saja tampak merah.

Peradangan pada banyak sendi bisa menyerang anak umur berapapun dan lebih sering ditemukan pada anak perempuan.
Nyeri, pembengkakan dan kekakuan persendian bisa timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba.
Sendi yang pertama kali terkena adalah lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan dan sikut. Selanjutnya bisa menyerang kedua tangan, leher, rahang dan pinggul.
Peradangan biasanya bersifat simetris (menyerang persendian yang sama pada kedua sisi tubuh), misalnya lutut kiri dan kanan atau pinggul kiri dan kanan.

Peradangan pada sedikit sendi biasanya muncul sebelum anak berumur 4 tahun (anak perempuan) atau setelah anak berumur 8 tahun (anak laki-laki).
Gejalanya berupa nyeri, pembengkakan dan kekakuan pada persendian lutut, pergelangan kaki atau sikut. Gejala ini bisa menetap atau hilang timbul.

ARJ sistemik menyerang anak perempuan dan laki-laki dalam jumlah yang sama.
Demamnya hilang-timbul, paling tinggi pada malam hari (mencapai 39,4? atau lebih), kemudian segera kembali normal. Selama demam, anak tampak sangat sakit.
Pada batang tubuh dan tungkai atau lengan bagian atas timbul suatu ruam datar yang berwarna pink pucat atau salem; ruam ini muncul sebentar (terutama pada malam hari) kemudian berpindah dan menghilang, lalu timbul lagi.
Limpa dan beberapa kelenjar getah bening membesar.
Artritis baru timbul beberapa bulan kemudian.

Pada ARJ yang hanya menyerang sedikit persendian, biasanya terdapat kelainan mata.
Kelainan mata yang paling berat adalah iridosiklitis kronis, yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan atau kebutaan.
Kelainan mata yang lebih ringan adalah iridosiklitis akut, yang biasanya akan membaik tanpa menimbulkan kerusakan yang permanen.

Setiap jenis ARJ bisa mempengaruhi pertumbuhan anak. Jika terjadi gangguan pertumbuhan pada rahang, akan terjadi mikrognatia (dagu tertarik).

DIAGNOSA
Pada pemeriksaan fisik mungkin akan ditemukan pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran limpa (splenomegali) atau pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati).
Mungkin juga ditemukan tanda-tanda dari:
- anemia
- iridosiklitis
- perikarditis
- pleuritis
- miokarditis.

# Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Hitung darah lengkap
# Laju endap darah
# Antibodi antinuklear
# Faktor Rh
# Antigen HLA
# Immunoelektroforesis serum
# Analisa cairan sendi
# Rontgen persendian
# Rontgen dada
# EKG
# Pemeriksaan mata dengan slit-lamp.

PENGOBATAN
Nyeri dan peradangan sendi biasanya dapat dikurangi dengan aspirin dosis tinggi.
Tetapi karena pada anak-anak aspirin menyebabkan meningkatnya resiko sindroma Reye, maka seringkali diberikan obat anti peradangan non-steroid lainnya, seperti naproksen dan tolmetin.

Jika penyakitnya berat dan menyerang seluruh tubuh, bisa diberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut); tetapi obat ini bisa memperlambat laju pertumbuhan anak sehingga biasanya sedapat mungkin tidak digunakan.
Kortikosteroid juga bisa disuntikkan langsung ke dalam sendi yang terkena untuk mengurangi peradangan.

Jika anak tidak memberikan respon terhadap aspirin maupun obat anti peradangan non-steroid lainnya, bisa diberikan suntikan senyawa emas.
Jika senyawa emas tidak efektif atau menimbulkan efek samping, bisa diberikan penisilamin, metotreksat dan hidroksiklorokuin.

Untuk mencegah kekakuan sendi, sebaiknya dilakukan latihan secara teratur.
Pembidaian bisa membantu mencegah terkuncinya sendi pada posisi yang kaku.

Untuk mengetahui adanya peradangan iris, pemeriksaan mata dilakukan setiap 6 bulan.
Peradangan diobati dengan tetes mata atau salep kortikosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang perlu dilakukan pembedahan mata.


PROGNOSIS

ARJ jarang berakibat fatal.
Remisi (masa bebas gejala) spontan seringkali berlangsung dalam jangka panjang.

ARJ seringkali membaik atau mengalami remisi pada masa puber.
75% penderita pada akhirnya mengalami masa remisi disertai gangguan fungsi dan kelainan bentuk yang minimal.

Anak yang menderita ARJ pada banyak persendian dengan faktor Rh positif memiliki prognosis yang lebih buruk.

Artritis Infeksiosa

DEFINISI
Artritis Infeksiosa adalah infeksi pada cairan (cairan sinovial, cairan rongga sendi) dan jaringan dari suatu sendi.

PENYEBAB
Organisme penyebab infeksi (terutama bakteri), biasanya mencapai sendi melalui aliran darah, tetapi suatu sendi bisa terinfeksi secara langsung melalui pembedahan, penyuntikan atau suatu cedera.

Bakteri apa yang paling sering menyebabkan infeksi tergantung kepada usia penderita.
Bayi dan anak kecil sering terinfeksi oleh stafilokokus, Hemophilus influenza dan bakteri basilus gram negatif.
Dewasa dan anak yang lebih tua sering terinfeksi oleh gonokokus (bakteri penyebab gonore), stafilokokus dan streptokokus.

Virus (misalnya HIV, parvovirus dan virus penyebab rubella, gondongan dan hepatitis B) bisa menginfeksi sendi pada berbagai usia.

Infeksi sendi menahun sering disebabkan oleh tuberkulosis atau infeksi jamur.

GEJALA
Anak-anak biasanya mengalami demam dan nyeri dan cenderung rewel.
Biasanya anak tidak mau menggerakkan sendi yang terkena karena pergerakan dan perabaan menyebabkan nyeri.


Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa yang mengalami infeksi bakteri atau virus, gejala biasanya dimulai sangat tiba-tiba.
Sendi tampak merah dan teraba hangat, pergerakan dan perabaan akan terasa sangat nyeri.
Cairan yang terkumpul dalam sendi yang terinfeksi, menyebabkan sendi membengkak dan kaku.
Penderita juga bisa mengalami demam dan menggigigil.

Sendi-sendi yang sering terkena adalah lutut, bahu, pergelangan tangan, panggul, jari dan sikut.

Jamur atau mikobakteria (bakteri penyebab tuberkulosis dan infeksi sejenis) biasanya menyebabkan gejala yang tidak terlalu berat.

Sebagian besar infeksi bakteri, jamur dan mikobakteria, hanya mengenai satu sendi atau kadang-kadang mengenai beberapa sendi.
Contohnya, bakteri yang menyebabkan penyakit Lyme paling sering menyerang sendi lutut, bakteri gonokokus dan virus bisa menyerang beberapa sendi pada saat yang sama.

DIAGNOSA
Biasanya diambil contoh cairan sendi untuk pemeriksaan terhadap sel darah putih, bakteri dan organisme lainnya.
Laboratorium hampir selalu dapat menumbuhkan dan menentukan bakteri penyebab infeksi dari cairan sendi, selama penderita belum mendapatkan terapi antibiotik.
Tetapi bakteri penyebab gonore, penyakit Lyme dan sifilis sulit ditemukan pada cairan sendi.

Pemeriksaan darah dilakukan karena bakteri dari sendi yang terinfeksi sering muncul dalam aliran darah.

Untuk membantu menentukan sumber infeksi, dilakukan pemeriksaan cairan spinal, flegmon dan air kemih.

PENGOBATAN
Antibiotik diberikan segera setelah dicurigai suatu infeksi, meskipun belum diperoleh hasil laboratorium yang mengidentifikasi kuman penyebabnya.
Pada awalnya diberikan antibiotik yang bisa membunuh hampir semua bakteri. Jika diperlukan, antibiotik lainnya diberikan kemudian.
Pada awalnya antibiotik diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah), agar tercapai jumlah obat yang cukup, yang sampai ke sendi yang terinfeksi.
Meskipun jarang, antibiotik bisa disuntikkan langsung ke dalam sendi yang terinfeksi.
Jika antibiotiknya tepat, biasanya perbaikan akan terjadi dalam waktu 48 jam.

Untuk mencegah pengumpulan nanah, yang bisa merusak sendi, nanah dikeluarkan melalui bantuan sebuah jarum. Jika sendi tidak dapat dijangkau dengan jarum, kadang-kadang dimasukkan suatu selang untuk mengeluarkan nanahnya.
Jika pengaliran nanah dengan jarum atau selang tidak berhasil, dilakukan artroskopi atau pembedahan.

Pada awalnya penggunaan bidai bisa membantu meringankan nyeri, tetapi bisa menyebabkan kekakuan dan kehilangan fungsi yang menetap.

Infeksi yang disebabkan jamur diobati dengan obat anti jamur.

Infeksi yang disebabkan tuberkulosis diobati dengan kombinasi antibiotik.

Infeksi virus biasanya akan membaik dengan sendirinya. Yang diperlukan hanya pengobatan untuk nyeri dan demam.

Jika infeksi mengenai sendi buatan, pemberian antibiotik saja biasanya tidak cukup. Setelah pemberian antibiotik selama beberapa hari, diperlukan pembedahan untuk mengganti sendi terinfeksi dengan sendi buatan yang baru.

Alergi & Intoleransi Makanan

DEFINISI
Alergi Makanan adalah gejala-gejala yang terjadi akibat respon kekebalan setelah memakan makanan tertentu.

Intoleransi makanan bukan merupakan suatu alergi makanan, tetapi merupakan setiap efek yang tidak diinginkan akibat memakan makanan tertentu.

PENYEBAB
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan mempertahankan tubuh melawan zat-zat yang berbahaya seperti bakteri, virus dan racun.
Kadang suatu respon kekebalan dipicu oleh suatu zat (alergen) yang biasanya tidak berbahaya dan terjadi alergi.

Penyebab dari alergi makanan tidak sepenuhnya dimengerti karena alergi makanan bisa menimbulkan sejumlah gejala yang bervariasi.
Reaksi terhadap makanan bisa bersifat ringan atau fatal, tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi.

Alergi makanan sering terjadi. Sistem kekebalan melepaskan antibodi dan zat-zat (termasuk histamin) sebagai respon terhadap masuknya makanan tertentu.
Gejalanya bisa terlokalisir di lambung dan usus atau bisa menimbulkan gejala di berbagai bagian tubuh, setelah makanan dicerna dan diserap,
Gejala biasanya akan timbul dengan segera, jarang sampai lebih dari 2 jam setelah makan makanan tertentu.

Alergi makanan seringkali menyerupai keadaan lainnya, seperti intoleransi makanan (terjadi akibat kekurangan enzim yang diperlukan untuk mencerna makanan tertentu), irritable bowel syndrome, respon terhadap stres emosi atau stres fisik, pencemaran makanan oleh racun (keracunan makanan) dan penyakit lainnya.
Alergi makanan berbeda dengan penyakit-penyakit tersebut karena pada alergi makanan dilepaskan antibodi, histamin dan zat-zat lainnya.

Makanan yang seringkali menyebabkan alergi:
- kerang-kerangan (kepitin, lobster, udang)
- kacang-kacangan
- kacang tanah
- buah-buahan (melon, strawberi, nanas dan buah tropis lainnya)
- tomat
- pewarna, penyedap makanan.

Makanan yang sering menyebabkan intoleransi:
- terigu dan gandum lainnya yang mengandung gluten
- protein susu sapi
- hasil olahan jagung.

GEJALA
Gejala-gejala yang mungkin terjadi setelah memakan makanan penyebab alergi:
- tenggorokan terasa gatal
- anafilaksis
- nyeri perut
- perut keroncongan
- diare
- mual
- muntah
- kram perut
- perut kermbung
- rasa gatal di mulut, tenggorokan, mata, kulit atau bagian tubuh lainnya
- kaligata (urtikaria
- angioedema (kaligata di kelopak mata, bibir)
- sakit kepala
- hidung tersumbat
- hidung meler
- sesak nafas
- bengek (mengi)
- kesulitan menelan.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan timbulnya gejala-gejala setelah penderita memakan makanan tertentu.
Pada pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop bisa terdengar bunyi pernafasan mengi.

Peningkatan antibodi atau immunoglobulin (terutaman IgE) semakin memperkuat diagnosis alergi.

# Untuk menentukan penyebab terjadinya alergi, bisa dilakukan pemeriksaan berikut: Penyisihan makanan (makanan yang dicurigai disingkirkan sampai gejalanya menghilang, setelah itu makanan tersebut kembali diberikan kepada penderita untuk melihat apakah terjadi reaksi alergi)
# Diet provokasi makanan
# Tes kulit untuk alergi.

PENGOBATAN
Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada jenis dan beratnya gejala.
Tujuan pengobatan adalah mengurangi gejala dan menghindari reaksi alergi di masa yang akan datang.

Gejala yang ringan atau terlokalisir mungkin tidak memerlukan pengobatan khusus. Gejala akan menghilang beberapa saat kemudian.
Antihistamin bisa meringankan berbagai gejala.

Untuk gejala yang berat, bisa diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dan epinefrin (adrenalin).

PENCEGAHAN
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya reaksi alergi di masa yang akan datang adalah dengan menghindari makanan penyebab alergi.

Geodon Capsules for Treatment Of Bipolar Disorder In Adults

FDA Approval For Geodon (Ziprasidone HCl) Capsules For The Adjunctive Maintenance Treatment Of Bipolar Disorder In Adults

Data Show Geodon Used as an Adjunct to Lithium or Valproate Is Effective in the Maintenance Treatment of Bipolar I Disorder

The U.S. Food and Drug Administration (FDA) has approved Geodon® (ziprasidone HCl) Capsules for maintenance treatment of bipolar I disorder as an adjunct to lithium or valproate in adults. The approval is based on clinical data demonstrating that Geodon is an effective and generally well-tolerated adjunctive treatment for long-term symptom control in patients with bipolar disorder.



Bipolar disorder, which affects approximately 5.7 million adults in the United States, is a debilitating, chronic condition that requires lifelong treatment and management.1 More than 90 percent of patients with bipolar disorder have recurring mood episodes,2 making it important to establish a long-term treatment plan to help prevent recurrence and stabilize mood. The recurrence of mood episodes associated with bipolar disorder can have a devastating impact on patients' lives, and the disease is associated with high rates of disability.3

“The FDA approval of Geodon provides an additional treatment option for patients with bipolar disorder, who require maintenance therapy to keep the symptoms of the disease under control," said Charles Bowden, clinical professor of psychiatry and pharmacology, University of Texas Health Science Center.

The efficacy and safety of Geodon for the adjunctive maintenance treatment of bipolar disorder were studied in a six-month, double-blind, randomized, placebo-controlled trial in adult patients with bipolar I disorder. After an open-label stabilization period of 10 to 16 weeks, 240 patients were randomized to continue on Geodon plus lithium or valproate, or to have Geodon replaced by placebo.4 The primary endpoint in this study was time to recurrence of a mood episode requiring intervention.



The data demonstrated that Geodon plus lithium or valproate was superior to placebo plus lithium or valproate in increasing the time to recurrence of a mood episode. During six months of treatment, 19.7 percent of patients in the Geodon arm required intervention for a mood episode, compared with 32.4 percent of patients in the placebo arm.4

The adjunctive Geodon treatment regimen was generally well-tolerated.4 Discontinuation due to adverse events occurred in 13 percent of patients in the placebo group, compared with 9 percent of those in the Geodon group.5 The safety and tolerability data from this study are consistent with Geodon's already well-established safety profile in adult patients.

"The recurrence of mood episodes associated with bipolar disorder can have a devastating impact on patients' lives,” said Dr. Ilise Lombardo, senior medical director, Pfizer Specialty Care. “This approval underscores Pfizer's commitment to supporting people suffering from serious mental health disorders.”


Geodon is also FDA-approved for the treatment of acute manic and mixed episodes associated with bipolar disorder, with or without psychotic features, and for the treatment of schizophrenia. Since the FDA approval of Geodon in February 2001, nearly 2 million adult patients have been treated with this important therapy.6


Important Safety Information
Elderly patients with dementia-related psychosis treated with antipsychotic drugs are at an increased risk of death compared to placebo. Geodon is not approved for the treatment of elderly patients with dementia-related psychosis.

Geodon is contraindicated in patients with a known history of QT prolongation, recent acute myocardial infarction, or uncompensated heart failure, and should not be used with other QT-prolonging drugs. Geodon has a greater capacity to prolong the QTc interval than several antipsychotics. In some drugs, QT prolongation has been associated with torsade de pointes, a potentially fatal arrhythmia. In many cases this would lead to the conclusion that other drugs should be tried first.

As with all antipsychotic medications, a rare and potentially fatal condition known as neuroleptic malignant syndrome (NMS) has been reported with Geodon. NMS can cause hyperprexia, muscle rigidity, diaphoresis, tachycardia, irregular pulse or blood pressure, cardiac dysrhythmia, and altered mental status. If signs and symptoms appear, immediate discontinuation, treatment, and monitoring are recommended.

Prescribing should be consistent with the need to minimize tardive dyskinesia (TD), a potentially irreversible dose- and duration-dependent syndrome. If signs and symptoms appear, discontinuation should be considered since TD may remit partially or completely.

Hyperglycemia-related adverse events, sometimes serious, have been reported in patients treated with atypical antipsychotics. There have been few reports of hyperglycemia or diabetes in patients treated with Geodon, and it is not known if Geodon is associated with these events. Patients treated with an atypical antipsychotic should be monitored for symptoms of hyperglycemia.

Precautions include the risk of rash, orthostatic hypotension, and seizures.
In short-term schizophrenia trials, the most commonly observed adverse events associated with Geodon at an incidence of ‰¥5% and at least twice the rate of placebo were somnolence and respiratory tract infection.

The most common adverse events associated with Geodon in adult patients with bipolar mania were somnolence, extrapyramidal symptoms, dizziness, akathisia, and abnormal vision.

Please visit www.GEODON.com for full prescribing and patient information.


References

1 National Institute of Mental Health. Bipolar disorder. Available at:
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/nimhbipolar.pdf. Accessed October 27, 2009.
2 Solomon DA, Keitner GI, Miller IW, Shea MT, Keller MB. Course of illness and maintenance treatments for patients with bipolar disorder. J Clin Psychiatry. 1995;56:5-13.
3 Sajatovic M. Bipolar disorder: disease burden. Am J Manag Care. 2005;11:S80-S84.
4 Vieta E, Bowden C, Ice KS, et al. A 6-month, randomized, placebo-controlled, double-blind trial of ziprasidone plus a mood stabilizer in subjects with bipolar I disorder. Poster presented at the 17th European Psychiatric Association European Congress of Psychiatry, January 25, 2009, Lisbon, Portugal.
5 Pfizer Inc. Clinical study report synopsis: Protocol A1281137. A phase 3, randomized, 6-month, double blind trial in subjects with bipolar I disorder to evaluate the continued safety and maintenance of effect of ziprasidone plus a mood stabilizer (vs placebo plus a mood stabilizer) following a minimum of 2 months of response to open-label treatment with both agents.
6 Data on file. Pfizer Inc.

Diabetes kept at bay for at least 10 years through lifestyle changes or metformin

People at high risk of type 2 diabetes can keep the disease at bay for at least 10 years with changes to their lifestyle or treatment with metformin, according to the authors of a new study, which suggests intensive lifestyle interventions are the most effective way of reducing risk.


The study is a follow-up of a three-year diabetes prevention programme (DPP), in which adults at high risk of diabetes we randomised to receive either 850mg metformin twice daily, placebo or intensive lifestyle interventions designed to promote weight loss and physical exercise.

In the DPP study, lifestyle changes were associated with a 58 per cent reduction in diabetes risk and metformin treatment with a 31 per cent reduction, compared with placebo.

A follow-up study published online this week in The Lancet (29 October 2009) tracked the diabetes incidence among 2,766 (88 per cent) of the DPP study participants for a further seven years of treatment (placebo, n=932; metformin, n=924; lifestyle, n=910).

The success of lifestyle interventions in the original DPP study meant that, for ethical reasons, all participants were offered educational materials about lifestyle change and quarterly lifestyle support sessions, in addition to their allocated treatment, for the duration of the follow-up.

Diabetes incidence over the total 10-year study (from the start of the DPP) was reduced by 34 per cent in the lifestyle group (95 per cent confidence interval 24–42) and 18 per cent in the metformin group (CI 7–28), compared with placebo.

During the follow-up period alone (excluding the three years of the DPP study), diabetes incidence did not differ significantly between the three treatment groups.
The authors of the study attribute this to a fall in the incidence of diabetes in both the placebo and metformin groups as a result of those participants receiving lifestyle interventions during the follow-up period.

There may also have been a reduction in the effect of lifestyle interventions, which were of a lower intensity during the follow-up period compared with the DPP study.
“Our results have shown that a reduction in diabetes cumulative incidence by either lifestyle intervention or metformin therapy persists for at least 10 years,” they say, adding that further follow-up is crucial for establishing the benefits of diabetes prevention, and determining the long-term clinical outcomes, including mortality.

The second phase of their long-term DPP follow-up study is due to be completed in 2014.

PERMENKES No.922 Th 1993

PERATURAN MENTERI KESEHATAN
Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993
TENTANG
KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK
MENTERI KESEHATAN


MENIMBANG :
a. Bahwa penyelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar lebih menjangkau masyarakat.
b. Bahwa Peraturan Keputusan Menteri Kesehatan No. 244/Men.Kes/Sk/V/1990 tentang Ketentuan dan Cara Pemberian Izin Apotik.
MENGINGAT :
1. Undang-undang Obat Keras (St. 1937 No. 541);

2.Undang-undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 tentang Tambahan Lembaran Negara No. 3086);
3.Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara No. 3495);
4.Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotik;
5.Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen.

M E M U T U S K A N

MENCABUT : Keputusan Menteri Kesehatan No. 244/Men.Kes/SK/V/1990 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotik.

MENETAPKAN : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK.


B A B I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
a.Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefaramasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.
b.Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
c.Surat Izin Apotik atau SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotik di suatu tempat tertentu.
d.Apoteker Pengelola Apotik adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotik (SIA).
e.Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotik disamping Apoteker Pengelola Apotik dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotik.
f.Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotik selama Apoteker Pengelal Apotik tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga bulan) secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain.
g.Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
h.Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan kepada Apoteker Pengelola Apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
i.Perbekalan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia (Obat Tradisional), alat kesehatan dan kosmetika.
j.Perlengkapan Apotik adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan Apotik.
k.Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
l.Direktur Jenrderal adalah Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
m.Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan.
n.Balai Pemeriksa Obat dan Makanan adalah unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan di Profinsi.

Pasal 2

(1)Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotik wajib memiliki Surat Izin Apotik.
(2)Izin Apotik berlaku untuk seterusnya selama Apotik yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotik dapat melaksanakan tugasnya dan masih memenuhi persyaratan.
(3)Untuk memperoleh Izin Apotik tidak dipungut biaya dalam bentuk apapun.

Pasal 3

(1)Pengelolaan Apotik di daerah-daerah tertentu dapat dinyatakan sebagai pelaksanaan Masa Bakti Apoteker bagi Apoteker yang bersangkutan.
(2)Daerah-daerah tertentu dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.


BAB II
PELIMPAHAN WEWENANG PEMBERIAN IZIN APOTIK

Pasal 4
(1)Izin Apotik diberikan oleh Menteri.
(2)Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin Apotik kepada Direktur Jenderal.
(3)Direktur Jenderal melimpahkan wewenang pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin Apotik sekali setahun Kepada Direktur Jenderal.
(4)Dalam melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut dalam ayat (3), Kepala Kantor Wilayah tidak diizinkan mengadakan pengaturan yang membatasi pemberian izin.

BAB III
PERSYARATAN APOTEKER PENGELOLA APOTIK
Pasal 5
Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b.Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai Apoteker.
c.Memiliki Surat Izin dari Menteri.
d.Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker.
e.Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain.

BAB IV
PERSYARATAN APOTIK
Pasal 6

(1)Untuk mendapatkan izin Apotik, Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
(2)Sarana Apotik dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
(3)Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

BAB V
TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK

Pasal 7
(1)Permohonan izin Apotik diajukan Apoteker kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh Formulir Model AP-1.
(2)Dengan menggunakan Formulir Model AP-2, Kepala Kantor Wilayah selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan, wajib menugaskan Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap Kesiapan Apotik untuk melakukan kegiatan.
(3)Kepala Balai Pemeriksa Obat dan Makanan selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah penugasan dari Kepala Kantor Wilayah wajib melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan contoh Formulir Model AP-3.
(4)Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan Kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Balai Pemeriksa Obat dan Makanan, dengan menggunakan contoh Formulir Model AP-4.
(5)Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan dimaksud ayat (4), Kepala Kantor Wilayah mengeluarkan Surat Izin Apotik dengan menggunakan contoh Formulir AP-5.
(6)Dalam hal hasil pemeriksaan Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Kantor Wilayah dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir AP-6.
(7)Terhadap Surat Penundaan sebagaiamana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1(satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

Pasal 8

(1)Dalam hal Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara Apoteker dan pemilik sarana.
(2)Pemilik sarana dimaksud ayat (1) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.

Pasal 9
Terhadap permohonan izin Apotik yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dimaksud dalam pasal 5 dan atau pasal 6 atau lokasi Apotik tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Kantor Wilayah dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan contoh Formulir Model AP-7.

BAB VI
PENGELOLAAN APOTIK
Pasal 10

Pengelolaan Apotik meliputi :
a.Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat.
b.Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyeraahan perbekalan farmasi lainnya.
c.Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

Pasal 11
(1)Pelayanan informasi yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf (c) meliputi :
a.Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
b.Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
(2)Pelayanan informasi yang dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.

Pasal 12
(1)Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
(2)Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena suatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan Direktur Jenderal.

Pasal 13
(1)Pemusnahan dimaksud dalam pasal 12 ayat 2 dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotik atau Apoteker Pengganti dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotik.
(2)Pada pemusnahan dimaksud ayat (1), wajib dibuat Berita Acara Pemusnahan dengan menggunakan contoh Formulir Model AP-8.
(3)Pemusnahan Narkotik wajib mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
PELAYANAN
Pasal 14

(1)Apotik wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
(2)Pelayanan resep dimaksud dalam ayat (1) sepenuhnya atas tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotik.

Pasal 15

(1)Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
(2)Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis didalam resep dengan obat paten.
(3)Dalam hal pasien tidak mampu menbus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
(4)Apoteker wajib memberikan informasi :
a.Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.
b.Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.

Pasal 16

(1)Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
(2)Apabila dalam hal dimaksud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep.

Pasal 17

(1)Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.
(2)Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotik dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun.
(3)Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 18
(1)Apoteker Pengelola Apotik, Apoteker Pendamping atau Apoteker. Pengganti diijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotik tanpa resep.
(2)Daftar Obat Wajib Apotik dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 19

Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik dapat menunjuk Apoteker Pendamping.
Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik dapat menunjuk Apoteker Pengganti.
Penunjukkan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus dilaporkan Kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat, dengan menggunakan contoh Formulir Model Ap-9.
Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 5.
Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotik atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.

Pasal 20
Apoteker Pengelola Apotik turut bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan olehApoteker Pendamping, Apoteker Pengganti didalam pengelolaan Apotik.
Pasal 21
Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotik.

Pasal 22
(1)Dalam pelaksanaan pengelolaan Apotik, Apoteker Pengelola Apotik dapat dibantu oleh Asisten Apoteker.
(2)Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotik dibawah pengawasan Apoteker.

BAB VIII
PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN APOTIK
Pasal 23
(1)Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian Apoteker Pengelola Apotik kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.
(2)Pada serah terima dimaksud ayat (1), wajib dibuat Berita Acara Serah Terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang telah melakukan serah terima dengan menggunakan contoh Formulir AP-10.

Pasal 24

Apabila Apoteker Pengelola Apotik meninggal dunia, dalam jangka dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotik wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Wilayah atau petugas yang diberi wewenang olehnya.
Apabila pada Apotik tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, pada pelaporan dimaksud ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika. obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.
Pada penyerahan dimaksud ayat (1) dan (2), dibuat Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pasal 23 ayat (2) dengan Kepala Kantor Wilayah atau petugas yang diberi wewenang olehnya, selaku pihak yang menerima dengan menggunakan contoh Formulir Model AP-11.

BAB IX
PENCABUTAN SURAT IZIN APOTIK
Pasal 25

Kepala Kantor Wilayah dapat mencabut Surat Izin Apotik apabila :
Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud Pasal 5, dan atau
Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 15 ayat (2) dan atau
Apoteker pengelola Apotik terkena ketentuan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5), dan atau
Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud dalam Pasal 31, dan atau
Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotik dicabut, dan atau
f.Pemilik Sarana Apotik terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat, dan atau
Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 26
(1)Pelaksanaan pencabutan izin Apotik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf (g) dilakukan setelah dikeluarkan :
a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotik sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model AP-12.
b. Pembekuan izin Apotik untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegiatan Apotik dengan menggunakan contoh Formulir AP-13.

(2)Pembekuan izin Apotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (b), dapat dicairkan kembali apabila Apotik telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model AP-14.
(3)Pencairan izin Apotik dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat.

Pasal 27

Keputusan Pencabutan Surat Izin Apotik oleh Kepala Kantor Wilayah disampaikan langsung kepada yang bersangkutan dengan menggunakan contoh Formulir Model AP-15 dan tembusan kepada :
a. Direktur Jenderal.
b. Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat.

Pasal 28

Apabila Surat Izin Apotik dicabut, Apoteker Pengelola Apotik atau Apoteker Pengganti Wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 29
Pengamanan dimaksud Pasal 28 wajib mengikuti tata cara sebagai berikut :
a.Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotik.
b.Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.
Apoteker Pengelola Apotik wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).

BAB X
PEMBINAAN
Pasal 30
Pembinaan terhadap Apotik dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah atas petunjuk teknis Direktur Jenderal.
(2)Dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, Apotik wajib terbuka untuk diperiksa oleh Penilik Obat dan Makanan berdasarkan surat penugasan Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Wilayah.
(3)Tata cara pemeriksaan menggunakan contoh Formulir Model AP-16.

BABXI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 31
Pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika, Undang-undang Obat Keras No. St. 1937 No. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang terjadi di Apotik dapat d< sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32

Izin Apotik yang masih berlaku agar menyesuaikan dengan peraturan ini setelah habis masa berlakunya.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33

(1)Semua Ketentuan Menteri tentang Apotik lainnya yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkanya Peraturan ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan ini.
(2)Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 34
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 23 Oktober 1993

MENTERI KESEHATAN


(Prof. Dr. SUJUDI)

Seputar Obat Bius: Lain Jenis, Lain Kegunaannya

Obat bius yang digunakan dalam praktik medis memiliki banyak jenis dan sediaan. Ada yang membuat bagian tubuh mati rasa hingga membuat tak sadar. Mengapa obat bius dibuat beraneka ragam ? Tak hanya berfungsi untuk membuat orang tak sadar saat dioperasi, pada tindakan medis lain pun obat bius amat diperlukan.

Misalnya saja untuk mencabut gigi, dimana obat bius digunakan untuk mematirasa area yang akan dilakukan pencabutan. Obat bius adalah sebuah tindakan yang diambil dokter untuk meredakan rasa nyeri. Baik yang bersifat lokal atau hanya mematikan rasa pada area tertentu, hingga yang menidurkan atau menghilangkan kesadaran seseorang.

Oleh karena kebutuhan untuk meredakan rasa nyeri ini sangat subyektif pada masing-masing orang, maka obat bius pun diciptakan dengan berbagai cara kerja dan penggunaannya.

Berdasarkan Sifat Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja. Namun, secara awam obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum.


A. Anestesi Lokal

Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, perawatan kecantikan seperti sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi geraham terakhir atau gigi berlubang, mengangkat mata ikan, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan.



Anestesi lokal merupakan tindakan memanfaatkan obat bius yang cara kerjanya hanya menghilangkan rasa di area tertentu yang akan dilakukan tindakan. Caranya, menginjeksikan obat-obatan anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat-obatan yang diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di area sekitar injeksi sehingga tidak mengirimkan impuls nyeri ke otak.



Anestesi lokal ini bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri.



B. Anestesi Regional

Anestesi jenis ini biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai.



Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu.



Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.



Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di anestesi lokal masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi, walau tak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi.



C. Anestesi Umum

Anestesi umum atau bius total adalah anestesi yang biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang. Misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lainnya.



Caranya, memasukkan obat-obatan bius baik secara inhalasi (pernafasan) maupun intravena (pembuluh darah vena) beberapa menit sebelum pasien dioperasi. Obat-obatan ini akan bekerja menghambat hantaran listrik ke otak sehingga sel otak tak bisa menyimpan memori atau mengenali impuls nyeri di area tubuh manapun, dan membuat pasien dalam kondisi tak sadar (loss of consciousness).



Cara kerjanya, selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi dilakukan.



Sesuai Cara Penggunaan

Kebutuhan dan cara kerja anestesi beranekaragam. Anestesi juga memiliki cara penggunaan yang berbeda sesuai kebutuhannya. Tak hanya cara disuntikkan saja, tetapi juga dihirup melalui alat bantu nafas. Beberapa cara penggunaan

anestesi ini di antaranya:



A. Melalui Pernafasan

Beberapa obat anestesi berupa gas seperti isoflurane dan nitrous oxide, dapat dimasukkan melalui pernafasan atau secara inhalasi. Gas-gas ini mempengaruhi kerja susunan saraf pusat di otak, otot jantung, serta paru-paru sehingga bersama-sama menciptakan kondisi tak sadar pada pasien.



Penggunaan bius jenis inhalasi ini lebih ditujukan untuk pasien operasi besar yang belum diketahui berapa lama tindakan operasi diperlukan. Sehingga, perlu dipastikan pasien tetap dalam kondisi tak sadar selama operasi dilakukan.



B. Iinjeksi Intravena

Sedangkan obat ketamine, thiopetal, opioids (fentanyl, sufentanil) dan propofol adalah obat-obatan yang biasanya dimasukkan ke aliran vena. Obat-obatan ini menimbulkan efek menghilangkan nyeri, mematikan rasa secara menyeluruh, dan membuat depresi pernafasan sehingga membuat pasien tak sadarkan diri. Masa bekerjanya cukup lama dan akan ditambahkan bila ternyata lamanya operasi perlu ditambah.



C. Injeksi Pada Spinal/ Epidural

Obat-obatan jenis iodocaine dan bupivacaine yang sifatnya lokal dapat diinjeksikan dalam ruang spinal (rongga tulang belakang) maupun epidural untuk menghasilkan efek mati rasa pada paruh tubuh tertentu. Misalnya, dari pusat ke

bawah.



Beda dari injeksi epidural dan spinal adalah pada teknik injeksi. Pada epidural, injeksi dapat dipertahankan dengan meninggalkan selang kecil untuk menambah obat anestesi jika diperlukan perpanjangan waktu tindakan. Sedang pada spinal membutuhkan jarum lebih panjang dan hanya bisa dilakukan dalam sekali injeksi untuk sekitar 2 jam ke depan.

D. Injeksi Lokal

Iodocaine dan bupivacaine juga dapat di injeksi di bawah lapisan kulit untuk menghasilkan efek mati rasa di area lokal. Dengan cara kerja memblokade impuls saraf dan sensasi nyeri dari saraf tepi sehingga kulit akan terasa kebas dan mati rasa.

Risiko & Efek Samping Obat Bius

Menggunakan obat bius memang sudah merupakan kebutuhan untuk tindakan medis tertentu. Sebagaimana penggunaan obat-obatan, anestesi juga memiliki risiko tersendiri. Bius lokal, efek samping biasanya merupakan reaksi alergi. Namun, pada anestesi regional dan umum, Roys menggolongkan efek samping berdasarkan tingkat kejadian.



1. Cukup Sering

Dengan angka kejadian 1 : 100 pasien, prosedur anestesi dapat menyebabkan risiko efek samping berupa mual,

muntah, batuk kering, nyeri tenggorokan, pusing, penglihatan kabur, nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, nyeri

kepala, nyeri punggung, gatal-gatal, lebam di area injeksi, dan hilang ingatan sementara.


2. Jarang

Pada angka kejadian 1 : 1000 pasien, anestesi dapat berisiko menyebabkan infeksi dada, beser atau sulit kencing, nyeri

otot, cedera pada gigi, bibir, dan lidah, perubahan mood atau perilaku, dan mimpi buruk.

3. Sangat Jarang

Risiko yang sangat jarang terjadi dengan angka kejadian 1 : 10.000/ 200.000 pasien, diantaranya dapat menyebabkan cedera mata, alergi obat yang serius, cedera saraf, kelumpuhan, dan kematian.

Efek samping ini bisa permanen jika sampai menyebabkan komplikasi seperti cedera saraf yang menyebabkan kelumpuhan. Atau, pada kasus infeksi dada disertai penyakit jantung, memperbesar risiko komplikasi penyakit jantung



Resistensi Bius



Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mendapatkan efek bius seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resisten terhadap obat bius. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di antaranya:

1. Pecandu alkohol

2. Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya

3. Pengguna obat anelgesik

Pada orang-orang tadi telah terjadi peningkatan ambang rangsang terhadap obat bius yang disebabkan efek bahan yang dikonsumsi dan masih beredar dalam tubuhnya.



Agar Obat Bius Optimal & Aman

Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat bius, sebaiknya pasien benar-benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi.

1. Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-2 hari sebelum dilakukan prosedur anestesi.

2. Menghentikan konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat seperti morfin, barbiturat, amfetamin dan lainnya,

paling tidak 1-3 hari sebelum anestesi dilakukan.

3. Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum penggunaan anestesi,

4. Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi dilakukan.

PUYER ADALAH SOLUSI

Beberapa waktu yang lalu obat puyer sempat menjadi perbincangan yang menarik, karena bahaya obat puyer sedang berusaha dikupas.

Menurut saya, bahaya obat tidak hanya pada bentuk sediaan puyer, tetapi terjadi juga pada semua bentuk sediaan obat, oleh karena itu obat secara umum harus dikelola secara profesional demi keselamatan masyarakat banyak.

Mengapa puyer menjadi solusi ? Seperti kita ketahui, dalam penyediaan dosis untuk anak-anak, seringkali dosis disesuaikan dengan berat badan. Oleh karena itu bentuk sediaan puyer menjadi salah satu solusi dalam dunia pengobatan. Perkara bahaya tentu ada tindakan profesi yang seharusnya diambil agar bahaya pemakaian bentuk sediaan puyer dapat ditekan. Dan anehnya dalam memperbincangkan bahaya sediaan puyer umumnya adalah dokter dan apoteker sangatlah jarang. Apakah dalam kasus ini apoteker dianggap kurang peduli terhadap masyarakat sekitarnya ? atau mungkin karena apoteker masih ada yang tidak pernah nongol diapotek sama sekali sehingga masyarakat lebih percaya kepada dokter ?

Secara kompetensi seharusnya apotekerlah yang paling berhak membicarakan masalah bentuk sediaan puyer. Karena dari semua tenaga kesehatan yang ada, hanya apoekerlah yang mempelajari sifat kimia fisik bahan obat. Tetapi kenyataannya tidak hanya apoteker yang mebicarakan masalah bahaya sediaan puyer, sehingga terjadi kekawatiran berlebih dari sebagian masyarakat. Puyer yang seharusnya menjadi salah satu solusi dalam ilmu pengobatan yang seharusnya malah menentramkan masyarakat, justru menjadi sesuatu yang sangat menakutkan karena dibahas dengan cara yang salah. Dan selanjutnya pembicaraan puyer bisa jadi akan lebih sangat membahayakan bila pemahaman dari masyarakat terhadap bentuk sediaan puyer ini semakin salah.

Dari bahasan bahaya sediaan puyer yang saya tangkap, banyak hal-hal yang seharusnya bukan permasalahan formulasi sediaan puyer, tetapi bentuk sediaan puyerlah yang menjadi kambing hitam. Sebagai contoh masalah polifarmasi. Polifarmasi bisa saja terjadi pada peresepan dengan obat dengan bentuk sediaan apapun juga, karena polifarmasi adalah ketrampilan dari dokter dalam terapi yang diwujudkan dalam bentuk resep. Bila ketrampilan dokter dalam mengambil keputusan profesinya lebih mengarah pada poli farmasi, meskipun mereka memberikan resep dalam bentuk sediaan bukan puyerpun sering kali poli farmasi juga terjadi. Disini jelas-jelas bahwa poli farmasi bukan salahnya bentuk sediaan puyer, tetapi masalah ketrampilan dan kemampuan dokter dalam pengobatan.

Bila kita menginginkan polifarmasi tidak terjadi, maka solusinya adalah dengan meningkatkan ketrampian dokter. Bila ketrampilan dokter cukup dalam menghindari polifarmasi maka tidak akan ada polifarmasi dalam sediaan puyer, Kecuali apoteker diberi kewenangan sampai merubah obat atau mengurangi obat. Atau juga suatu semisal dokter hanya menulis diagnosa saja, maka apoteker bisa mengatasi masalah polifarmasi dalam puyer. Disini kelihatan bahwa masalah polifarmasi dinegara kita bukan masalah kefarmasian khususnya bentuk sediaan, tetapi masalah ketrampilan dokter dalam mengambil keputusan. Dan selanjutnya kontroversi masalah bentuk sediaan puyer terkait polifarmasi seharusnya tidak perlu terjadi apalagi sampai pada pelarangan bentuk sediaan puyer.

Pada kaitan puyer dengan masalah kaidah kefarmasian seperti : stabilitas bahan obat, kebersihan ruangan, kebersihan alat, interaksi obat dsb, memang masalah kefarmasian yang seharusnya memang menjadi bagian dalam kegiatan apoteker di apotek. Yang menjadi permasalahan disini adalah tidak hanya apoteker yang melakukan kegiatan pembuatan sediaan puyer ini. Dan secara umum bahasan yang terkait puyer ini juga termasuk kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lain bukan apoteker.

Seperti pada kasus mortir yang tidak dicuci. Disini sangat jelas bila masalah ini adalah terkait dengan kaidah kefarmasian. Bila puyer dilakukan diapotek sangat dimungkinkan bila setiap habis dipakai untuk membuat sediaan puyer mortir selalu dicuci seperti pada apotek saya, tetapi bagaimana bila pada praktek dokter dan bidan desa atau polindes yang tempat cucinya mungkin tidak menjadi satu dengan ruangan racik yang umumnya juga menjadi satu dengan ruang praktek ? Bila ada kasus seperti ini seharusnya juga menjadi tanggung jawab dari dinas kesehatan sebagai pembina dan pemberi ijin praktek. Seharusnya pada masalah ini dinas kesehatan yang mengambil alih dan menjamin akan melakukan pembinaan sehingga akan terjamin suatu produk layanan kesehatan yang sesuai standart layanan. Dan mungkin yang menjadi masalah pada dinas kesehatan adalah kekurangan jumlah apoteker sebagai pembina yang berkompeten terhadap masalah kefarmasian.

Stabilitas obat. sering kali juga terjadi obat yang tidak stabil juga diinginkan digerus oleh dokter dalam resepnya. Saya terkadang harus menolak dengan persetujuan pasien karena alasan obat kurang rasional untuk digerus. Disini seharusnya dokter tunduk pada aturan kefarmasian, bila apoteker secara keilmu kefarmasian menyatakan obat tidak stabil, maka keputusan profesi ada ditangan apoteker.

Pada kasus yang lain yang terkait kefarmasian seharusnya dokter sebagai penulis resep juga tunduk pada aturan kefarmasian, karena apoteker memang mempunyai kompetensi untuk itu. Disinilah pentingnya untuk saling menghargai diantara para profesi kesehatan demi meningkatkan derajat kesehatan bangsa.

Dari uraian saya ini sebaiknya kita sebagai tenaga kesehatan yang diakui oleh pemerintah seharusnya bekerja sama dalam membangun bangsa tanpa mementingkan kelompok kita sendiri, tetapi kia harus lebih mementingkan kepetingan dari masyarakat. Seperti pada kasus sediaan puyer ini, seharusya puyer menjadi bagian dari solusi bagi pengembangan kesehatan di negara kita. Yang tidak harus dihilangkan, tetapi justru harus dikembangkan dengan arah pengembangan yang lebih rasional. Demikian juga pada kasus dispensing obat oleh dokter dan tenaga kesehatan lain seharusnya mereka dengan rendah hati mau menyadari bila memproduksi puyer atau obat yang lain mempunyai masalah yang sangat rumit yang seharusnya dilakukan atas suatu kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Bukannya kita tidak suka dokter melakukan dispensing, tetapi memproduksi obat atau mencampur obat bukanlah kompetensi dari dokter. Hal yang sangat baik bagi perkembangan keilmuan dan pembangunan kesehatan bangsa bila kita saling menghargai antar profesi kesehatan. Bagaimanapun juga meracik obat puyer merupakan salah satu proses produksi obat yang kompetensinya melekat pada apoteker dan yang boleh meracik obat seharusnya hanya apoteker. Dan selanjutnya bila puyer yang ada diapotek saja masih dianggap ada masalah, bagaimana dengan yang ada diluar apotek yang tidak didasari dengan kompetensi ?

Sudah seharusnya bagi kita untuk melihat kedalam diri kita masing-masing, apakah puyer masih boleh diproduksi atau tidak. Dan seandainya boleh, sudah seharusnya pula kita memikirkan dan menentukan siapa saja yang boleh dan mempunyai kompetensi untuk membuat sediaan puyer. Agar puyer tetap bisa menjadi salah satu alternati dalam mencari solusi dalam pengobatan.

SUYANTO

Apendisitis (radang usus buntu)

DEFINISI
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks).

Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus.
Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting.
Apendisitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.

PENYEBAB
Penyebab apendisitis belum sepenuhnya dimengerti.
Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bisa pecah.

Usus buntu yang pecah bisa menyebabkan :
- masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa berakibat fatal
- terbentuknya abses
- pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan pada saluran yang bisa menyebabkan kemandulan
- masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat fatal.

GEJALA
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.

Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.

Demam bisa mencapai 37,8-38,8? Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa.

Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

DIAGNOSA
Pemeriksaan darah menunjukan jumlah sel darah putih agak meningkat, sebagai respon terhadap infeksi.

Biasanya, pada stadium awal apendisitis, pemeriksaan-pemeeriksaan seperti foto rontgen, CT scan, dan USG kurang bermanfaat.

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejalanya.

PENGOBATAN
Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur (peca), terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga perut (peritonitis).

Pada hampir 15% pembedahan usus buntu, usus buntunya ditemukan normal. Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat fatal. Usus buntu yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan penyebabnya, usus buntu tetap diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa perut dan mencoba menentukan penyebab nyeri yang sebenarnya.

Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada apendisitis.
Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan biasanya cepat dan sempurna.

Usus buntu yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus yang ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian mendekati nol.

Alzheimer

DEFINISI
Penyakit Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia yang paling sering ditemukan di klinik. Demensia adalah gejala kerusakan otak yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir, daya ingat, dan fungsi berbahasa. Hal tersebut membuat pasien demensia kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Nama penyakit Alzheimer berasal dari nama Dr. Alois Alzheimer, dokter berkebangsaan Jerman yang pertama kali menemukan penyakit ini pada tahun 1906. Dr. Alzheimer memperhatikan adanya perubahan jaringan otak pada wanita yang meninggal akibat gangguan mental yang belum pernah ditemui sebelumnya. Pada jaringan otak tersebut ditemukan lapisan atau plaque dan serabut saraf yang tidak normal.

Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia sekitar 65 tahun ke atas. Di negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali di tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.

PENYEBAB
Otak merupakan organ yang sangat kompleks. Di otak terdapat area-area yang mengurus fungsi tertentu, misalnya bagian depan berkaitan dengan fungsi luhur seperti daya ingat, proses berpikir dsb, otak bagian belakang berkaitan dengan fungsi penglihatan dan sebagainya.

Dari hasil riset yang dilakukan, diketahui bahwa pada Penyakit Alzheimer terjadi kehilangan sel saraf di otak di area yang berkaitan dengan fungsi daya ingat, kemampuan berpikir serta kemampuan mental lainnya. Keadaan ini diperburuk dengan penurunan zat neurotransmiter, yang berfungsi untuk menyampaikan sinyal antara satu sel otak ke sel otak yang lain. Kondisi abnormal tersebut menjadi penyebab mengapa pada penyakit Alzheimer fungsi otak untuk berpikir dan mengingat mengalami kemacetan.

GEJALA
Setiap orang pasti pernah lupa akan suatu hal. Keadaan tersebut normal, bila kita lupa yang hal-hal yang jarang kita lihat. Namun, apabila kita lupa akan nama benda atau orang yang berada di sekitar kita, hal tersebut bukan hal yang normal.

Berikut ini ada beberapa gejala penyakit Alzheimer yang perlu diwaspadai. Namun bila seseorang mengalami gejala tersebut bukan berarti ia pasti menderita Alzheimer. Untuk menentukan dengan pasti, perlu pemeriksaan oleh dokter secara khusus, misalnya dengan beberapa tes wawancara maupun tertulis.

Gejala Penyakit Alzheimer yang perlu diwaspadai adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaan yang sama pada satu saat berulang-ulang atau mengulangi cerita yang sama, dengan kata-kata yang sama terus-menerus.
2. Lupa cara untuk melakukan kegiatan rutin. Misalnya lupa cara memasak, cara menelepon dsb.
3. Gangguan berbahasa. Misalnya mengalami kesulitan untuk menemukan kata yang tepat. Bila gejala tersebut berlanjut maka kemampuan untuk berbicara dan menulis juga terganggu.
4. Disorientasi. Misalnya lupa saat itu hari apa, bulan apa, saat itu ada di mana atau tidak tahu arah. Hal tersebut menjadi sebab mengapa pasien lansia sering tersesat karena lupa jalan pulang atau bahkan pergi dari rumah karena merasa ia berada di tempat yang asing.
5. Gangguan berpikir secara abstrak. Misalnya kesulitan untuk menghitung uang.
6. Gangguan kepribadian. Misalnya menjadi mudah tersinggung, mudah marah dan mudah curiga. Dokter seringkali mendengar keluarga mengeluh bahwa pasien menuduh ada yang mengambil barang miliknya atau bahkan menuduh pasangannya sudah tidak setia lagi kepadanya.
7. Gangguan untuk membuat keputusan sehingga menjadi tergantung pada pasangannya.

PENGOBATAN
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit Alzheimer. Obat-obatan yang ada bersifat memperlambat progresivitas penyakit. Karena penyakit Alzheimer bersifat kronis dan semakin lama pasien semakin tergantung pada orang lain, maka sangat diperlukan kesabaran dari keluarga atau orang yang merawatnya. Pengertian dan kesabaran dari orang-orang di sekitarnya membantu memperlambat perkembangan penyakit. Obat-obatan yang saat ini dipergunakan di dunia medis adalah donepezil rivastagmine dan galantamine. Obat-obatan ini berusaha untuk memperbaiki kadar neurotransmiter otak dan memperbaiki fungsi berpikir dan kontrol perilaku.

Apa yang bisa dilakukan untuk merawat penderita Alzheimer?

Berikut ini ada beberapa tips yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga yang menderita penyakit Alzheimer:

1. Buat catatan kecil, untuk membantunya mengingat. Catatan bisa berupa jadwal kegiatan, daftar nomor telepon penting, atau bisa juga cara menelepon.
2. Ciptakan suasana yang menenangkan. Hindarkan suara gaduh, kerumunan orang atau suasana terburu-buru.
3. Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan menyebabkan pasien menjadi cemas dan malah akan memperburuk keadaannya.
4. Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering. Komunikasi bukanlah hanya dengan berbicara namun juga dengan menyentuh tangan atau bahunya untuk membantu pasien memusatkan perhatiannya.
5. Buatlah ritual pada malam hari. Perilaku pasien penyakit Alzheimer biasanya memburuk pada malam hari. Oleh karena itu buatlah suasana menjelang tidur yang tenang dan nyaman. Kecilkan suara televisi dan hindarkan suara keras. Biarkan lampu tetap menyala untuk mencegah disorientasi. Sebaiknya pasien tidak tidur siang dan batasi konsumsi teh atau kopi.
6. Buatlah lingkungan yang aman. Sebaiknya kamar pasien berada di lantai dasar untuk menghindari jatuh. Jauhkan benda tajam atau zat-zat yang berbahaya.
7. Ajaklah pasien berjalan-jalan pada siang hari. Salah satu gejala yang sering didapati pada pasien penyakit Alzheimer adalah mereka sering ?keluyuran? (wandering). Salah satu alasan mereka keluyuran biasanya sepele, mereka lupa jalan ke kamar mandi. Para ahli berpendapat, dengan mengajak pasien berjalan-jalan pada siang hari membantu mengurangi kejadian ini. Untuk mencegah pasien tersesat, bekali pasien dengan peta jalan pulang, nomor telepon dan tanda pengenal.

PENCEGAHAN
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu : usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita.

Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :

1. Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol.
2. Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini yang merusak sel-sel tubuh.
3. Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan. Bukankah kita tidak pernah terlalu tua untuk belajar ?

MENGENAL PENGGOLONGAN OBAT

Menurut pengertian umum,obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis melalui proses kimia. Sedangkan definisi yang lengkap, obat adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan (1) pengobatan, peredaan, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan; atau (2) dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada manusia atau hewan. Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam tubuh (misalnya : hormon, vitamin D) atau merupakan merupakan bahan-bahan kimia yang tidak disintesis di dalam tubuh.

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan obat itu dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi.

Berdasarkan undang-undang obat digolongkan dalam :

1. Obat Bebas
2. Obat Keras
3. Obat Psikotropika dan Narkoba

Berikut penjabaran masing-masing golongan tsb :

1. OBAT BEBAS

Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (disebut obat OTC = Over The Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas.

1.1. Obat bebas

Ini merupakan tanda obat yang paling "aman" .
Obat bebas, yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan. Misalnya : vitamin/multi vitamin (Livron B Plex, )

1.2. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W). yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam. Contohnya, obat anti mabuk (Antimo), anti flu (Noza). Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut :
P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan

Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu; sakit yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit semakin serius sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dianjurkan untuk tidak sekali-kalipun melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat - obat yang seharusnya diperoleh dengan mempergunakan resep dokter.

Apabila menggunakan obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa menggunakan resep dokter atau yang dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan Golongan Obat Bebas Terbatas, selain meyakini bahwa obat tersebut telah memiliki izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Departemen Kesehatan, terdapat hal- hal yang perlu diperhatikan, diantaranya: Kondisi obat apakah masih baik atau sudak rusak, Perhatikan tanggal kadaluarsa (masa berlaku) obat, membaca dan mengikuti keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan obat atau pada brosur / selebaran yang menyertai obat yang berisi tentang Indikasi (merupakan petunjuk kegunaan obat dalam pengobatan),
kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang timbul, yang bukan efek yang diinginkan), dosis obat (takaran pemakaian obat), cara penyimpanan obat, dan informasi tentang interaksi obat dengan obat lain yang digunakan dan dengan makanan yang dimakan.

2. OBAT KERAS

Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter,memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik (tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain)
Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan mematikan.

3. PSIKOTROPIKA DAN NARKOTIKA

Obat-obat ini sama dengan narkoba yang kita kenal dapat menimbulkan ketagihan dengan segala konsekuensi yang sudah kita tahu.

Karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahakan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.

3.1.PSIKOTROPIKA

Psikotropika adalah Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.

Jenis –jenis yang termasuk psikotropika:
a. Ecstasy
b. Sabu-sabu

3.2. NARKOTIKA
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia.
Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya.

Macam-macam narkotika:
a. Opiod (Opiat)
Bahan-bahan opioida yang sering disalahgunakan :
• Morfin
• Heroin (putaw)
• Codein
• Demerol (pethidina)
• Methadone

b. Kokain

c. Cannabis (ganja)

Cegah Diabetes dengan Vitamin K

Diabetes disebabkan oleh penurunan jumlah dan fungsi hormon insulin atau malah tubuh penderita lebih resisten terhadap hormon pengontrol glukosa darah ini, sebagai akibatnya akan terjadi penumpukan gula darah yang seharusnya dipecah menjadi energi. Salah satu faktor resiko dari diabetes adalah tubuh menjadi resisten terhadap insulin, artinya dengan jumlah insulin yang sama tidak bisa terjadi efek insulin seperti pada orang normal, jadi untuk memecah gula darah dan menghasilkan energi harian memerlukan insulin dalam jumlah yang lebih banyak, sedangkan si pankreas juga punya batas untuk memproduksi insulin. Karena terjadi ketidak seimbangan antara produksi gula darah dan insulin, maka muncullah penumpukan gula darah yang bila terus-menerus akan memicu terjadinya diabetes. Lha pencegahan insulin resisten inilah yang akan kita obrolin kali ini.

Insulin Resisten.

Skenarionya seperti ini, otot tiap hari harus bekerja keras dan membutuhkan energi untuk bisa bekerja, kerjaannya otot ini ya kontraksi dan relaksasi. Karena otot ini kerjanya terus-terusan, maka dia harus selalu mendapat suplai makanan, lha makanan otot ini ya gula darah (glukosa). otot ini gak ngerti ada makanan apa gak, yang ngasih tau kalo ada makanan tuh si insulin, mungkin pada orang normal otot udah bisa denger kalo si insulin ngomong biasa ke otot “hey tot!! ni ada makanan buat kamu, cepet makan sono!!”, karena otot tau kalo ada makanan, jadinya makan deh si otot. Tapi pada penderita insulin resisten lain lagi ceritanya., entah karena si otot ini jadi budek ato gimana saya juga gak ngerti, yang jelas si insulin harus teriak-teriak lebih keras untuk ngasih tau si otot kalo ada makanan, ya namanya insulin kan juga punya batas, kalo udah teriak-teriak sampek sakit tenggorokan tapi si otot diem aja kan juga bikin si insulin putus asa, makanya karena otot gak mau makan karena gak tau kalo ada makanan, dan si insulin cuek bebek ngebiarin tuh makanan numpuk, ya jadilah penumpukan glukosa dalam darah yang bisa bikin diabetes.

Cegah Insulin resisten dengan vitamin K.

Tekanan darah tinggi, obesitas dan kurang olahraga merupakan faktor resiko terjadinya insulin resisten. Para peneliti dari fakultas kedokteran Tufts University di boston melakukan penelitian terhadap 355 orang usia 60 - 80 tahun yang tidak menderita diabetes, lha sebagian orang-orang ini di beri multivitamin yang mengandung 500 mg Vitamin K setiap hari. Setelah beberapa bulan didapatkan bahwa orang yang mengkonsumsi vitamin K setiap hari lebih peka terhadap insulin daripada yang tidak mendapat suplai vitamin K, tapi anehnya hasil penelitian ini hanya berlaku pada laki-laki, sedangkan pada wanita tetap terjadi penurunan kepekaan terhadap insulin.

Sakit kepala dan obat bebas (OTC, Over The Counter)

Hampir semua orang pernah mengalami sakit kepala, dan kebanyakan mengalaminya lebih dari satu kali. Umumnya kasus sakit kepala dapat diatasi dengan minum obat penghilang nyeri yang dijual bebas di pasaran. Tetapi tidak semua obat bebas boleh diminum secara bebas. Lebih lanjut lagi, tidak semua sakit kepala harus diatasi dengan obat. Anda tertarik?

Obat bebas (otc) adalah obat-obatan yang bisa dibeli langsung tanpa resep dokter. Obat-obatan yang termasuk kategori ini dijual bebas di pasaran. Walaupun berlabel "bebas", bukan berarti obat-obat penghilang nyeri tersebut bebas dikonsumsi begitu saja tanpa aturan. Walaupun Anda telah berusaha mengikuti dosis sesuai anjuran, pada dasarnya semua obat sama, bisa menjadi racun pada pemakaian berlebihan atau berkepanjangan.

Perhatikan Peringatan

Kadang sakit kepala atau migraine yang dialami terasa sangat hebat sehingga kita merasa hanya obat yang diresepkan dokter-lah yang mampu mengatasinya. Tapi, obat bebas penghilang nyeri sering kali cukup membantu, apalagi bila diminum pada saat awal serangan sehingga efeknya bisa cukup efektif.

Perkembangan obat bebas di pasaran saat ini seringkali membingungkan konsumen. Pertama, banyak sekali obat penghilang nyeri yang dijual bebas dengan berbagai merek dagang. Lalu tiap merek dagang punya berbagai bentuk sediaan seperti tablet, kapsul, kaplet, tablet salut dan lain-lain. Kemampuan yang ditawarkan juga bermacam-macam, mulai dari efek standar, formula siang-malam, formula dengan kekuatan ekstra, formula khusus anak-anak, dan sekarang juga muncul formula khusus migraine.

Kalau dilihat kandungannya, sebenarnya kebanyakan obat penghilang nyeri mengandung zat aktif yang sama, seperti asetosal (asam asetilsalisilat), acetaminophen atau parasetamol, ibuprofen, atau kombinasi dari zat-zat aktif tersebut. Langkah terbaik untuk memilih obat-obatan tersebut adalah dengan menentukan zat aktif mana yang paling berkhasiat untuk Anda. Informasi untuk panduan dalam pemilihan obat ini dapat Anda lihat di sub-artikel PEMILIHAN OBAT YANG TEPAT : BACA LABEL.

Dalam memilih obat bebas, perhatikan baik-baik komposisinya. Jika Anda memiliki masalah gangguan perut, sebaiknya hindari obat-obat yang mengandung asetosal, ibuprofen dan asam mefenamat, dan memilih acetaminophen atau paracetamol. Dan kalau Anda cenderung sering mengalami sakit kepala yang disertai dengan rasa mual, sebaiknya Anda minum obat anti mual terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa mual, setelah mereda akan lebih mudah bagi Anda untuk melakukan pengobatan pada sakit kepala atau migraine Anda.

Hal-hal yang perlu diingat tentang obat penghilang nyeri bebas :
Obat penghilang nyeri bebas, terutama bila diminum pada saat awal serangan sakit kepala atau migraine, bisa cukup efektif mengatasi rasa sakit
Periksa label komposisinya, dan pilih komposisi yang paling tepat untuk Anda
Periksa apakah ada efek samping yang potensial, sebagaimana yang Anda lakukan dengan obat-obatan resep dokter
Jika Anda sedang mengkonsumsi obat dengan resep dokter, tanyakan pada dokter atau Apoteker sebelum Anda mengkonsumsi obat bebas tersebut
Minum obat bebas penghilang nyeri lebih dari dua hari berturut-turut bisa menyebabkan rebound headaches
Obat-obat bebas dapat berinteraksi dengan obat-obatan yang diresepkan dokter.

Dermatitis Kronis Pada Tangan & Kaki

DEFINISI
Dermatitis Kronis Pada Tangan & Kaki adalah peradangan dan iritasi menahun pada tangan dan kaki.

PENYEBAB
Dermatitis kronis pada tangan terjadi sebagai akibat kontak berulang dengan zat kimia; dermatitis kronis pada tangan terjadi sebagai akibat dari lingkungan yang hangat dan lembab di dalam kaos kaki dan sepatu.

Dermatitis kontak adalah salah satu jenis dermatitis kronis pada tangan, biasanya terjadi akibat iritasi oleh zat-zat kimia (misalnya sabun) atau karena gesekan dari sarung tangan.

Infeksi jamur merupakan penyebab tersering dari adanya erupsi kulit di kaki, terutama yang berupa lepuhan kecil atau ruam merah yang dalam.
Kadang penderita infeksi jamur menahun di kaki menderita dermatitis di tangannya karena reaksi alergi terhadap jamur.

GEJALA
Dermatitis kronis bisa menyebabkan kulit pada tangan dan kaki terasa gatal atau mengalami luka.

Pomfoliks adalah suatu keadaan menahun dimana lepuhan-lepuhan yang terasa gatal timbul di telapak tangan dan pinggiran jari-jari tangan, juga bisa ditemukan di telapak kaki.
Lepuhan ini seringkali bersisik, berwarna merah dan berair.
Pomfoliks kadang disebut dishidrosis.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejal-gejala dan hasil pemeriksaan fisik pada tangan dan kaki.

PENGOBATAN
Pengobatan dermatitis kronis tergantung kepada penyebabnya.
Pengobatan terbaik adalah menghindari zat kimia yang menyebabkan iritasi kulit.

Untuk mengatasi peradangan bisa digunakan krim corticosteroid.

Pada luka yang terbuka bisa terjadi infeksi bakteri dan diobati dengan antibiotik.
Jika penyebabnya adalah jamur, maka diberikan obat anti-jamur.

Bingung pilih obat batuk ?

ita seringkali bingung dalam memilih obat batuk mana yang ingin kita beli. Begitu banyak ragam obat batuk yang dijual bebas di pasaran. Apalagi jika kita melihat iklan di radio atau televisi, tiap produsen berlomba-lomba menawarkan obat batuk dengan formula terbaru, efek sembuh tercepat, atau bahkan formula tanpa kantuk karena selama ini obat batuk identik dengan efek mengantuk.
Padahal, jenis batuk tidak bisa disamakan, apalagi karena penyebabnya bisa bermacam-macam. Tak heran apabila kita mencoba mengobati sendiri, jarang membawa kesembuhan.

Penyebab Batuk

Batuk adalah suatu mekanisme perlindungan berupa reflek fisiologis yang bertujuan untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari 'benda asing' yang merangsang terjadinya reflek tersebut.

Reflek batuk dapat ditimbulkan oleh :

1. Rangsangan mekanis, misalnya asap rokok, debu, tumor

2. Adanya perubahan suhu mendadak

3. Rangsangan kimiawi, misalnya gas dan bau-bauan

4. Adanya peradangan / infeksi

5. Reaksi alergi



Selain oleh kelima penyebab di atas, batuk pun merupakan gejala yang lazim terjadi pada penderita penyakit typus, penderita dekompensasi jantung dan pada penderita penyakit cacing gelang.Perlu diketahui bahwa ada batuk yang produktif (karena mengeluarkan zat-zat asing dan dahak dari tenggorokan) dan ada pula yang tidak produktif atau kering. Atau pengeluaran dahak memang tidak mungkin, misalnya pada tumor.

Pemilihan Obat Batuk

Sebelum memilih obat yang cocok, kita harus tahu terlebih dahulu apa penyebab batuk. Misalnya, batuk yang disebabkan oleh infeksi harus diberikan obat yang berkhasiat membunuh kuman, dan jangan diberi obat untuk melawan alergi. Dan penderita batuk karena alergi tidak perlu diberi antibiotik.

Jenis obat batuk dapat dibagi dalam dua golongan obat :


1. Expectorantia

Obat batuk ini ditujukan untuk jenis batuk berdahak, karena dapat mempertinggi sekresi saluran pernapasan atau mencairkan dahak. Kandungan obat batuk yang mungkin ada dalam jenis expectorantia ini adalah zat yang bersifat mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan, misalnya guaiafenesin atau gliserin guaiacolat (GG), ammonium klorida (NH 4 Cl), dan kalium yodida (KI). Obat batuk jenis ini seringkali dicampur dengan ramuan tumbuh-tumbuhan seperti jahe dan mint sehingga memberikan rasa hangat pada tenggorokan.


2. Non-expectorantia

Obat batuk ini ditujukan untuk jenis batuk kering. Ada dua golongan zat aktif yang biasa digunakan, yaitu :

Golongan Alkaloid Morfin, seperti kodein, dionin, dan lain-lain. Obat ini bersifat narkotis dan menimbulkan ketagihan, karenanya hanya dapat dibeli dengan resep dokter
Golongan Non-Morfin, di mana jenis zat aktif ini tidak menimbulkan ketagihan seperti dextromethorphan (DMP).

Untuk batuk yang yang disebabkan oleh infeksi/peradangan, diperlukan obat-obat antibiotik yang harus melalui pemeriksaan yang seksama oleh dokter.

Saat ini banyak produsen obat batuk memasang jargon 'tanpa efek kantuk' pada formulanya. Hal ini karena pada formula obat batuk biasanya mengandung zat antihistamin, yang bekerja sebagai anti alergi. Zat-zat antihistamin inilah yang menyebabkan timbulnya efek kantuk. Obat batuk tanpa efek kantuk biasanya tidak mengandung zat antihistamin sama sekali, atau menggunakan zat antihistamin golongan baru yang tidak memiliki efek mengantuk. Antihistamin dengan efek samping kantuk yang biasa terdapat dalam formula obat batuk adalah Chlorfeniramine maleat atau CTM dan difenhidramin.

Seringkali produsen memformulasikan obat batuk untuk berbagai jenis batuk, di mana dalam satu formula terdapat bahan aktif pengencer dahak, bahan aktif untuk batuk kering, dan disempurnakan dengan penambahan antihistamin untuk mendapat efek 'paripurna', satu obat untuk semua. Sebenarnya langkah ini kurang tepat karena penderita harus minum obat yang seharusnya tidak diperlukan, yang berarti menambah penggunaan bahan kimia dalam tubuh yang sedikit banyak pasti memberikan pengaruh bagi tubuh kita. Apalagi perlu diingat bahwa pada dasarnya, obat adalah 'racun'.

Kebanyakan orang menganggap ringan penyakit batuk, dan mengira bahwa penyakit ini bisa hilang sendiri. Walau demikian, bukan tidak mungkin bahwa batuk yang berkepanjangan, selain sangat menjengkelkan dan bisa menular, bisa juga menimbulkan infeksi sekunder pada saluran pernapasan. Sebaiknya, bila dalam tiga hari batuk tidak kunjung mereda, periksakan diri Anda ke dokter.

Antibiotik Bukan untuk Flu

Menjelang pergantian musim, atau selama musim hujan, biasanya penyakit flu atau influenza kerap menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, orang dewasa sampai manula. Di Indonesia, influenza biasa memang tidak mematikan, seperti halnya di beberapa negara dengan empat musim, karena Indonesia tidak pernah mengalami perubahan suhu udara yang ekstrem, oleh karena itu flu sering dianggap ringan dan penderitanya lebih senang mengobati sendiri karena memang flu bisa diatasi dengan obat-obatan yang dijual bebas. Namun seringkali juga ditemukan mereka yang menggunakan antibiotik untuk mengobati flu, bahkan beberapa orang justru mendapatkannya melalui resep dokter. Padahal antibiotik bukan untuk flu!

Antibiotik bukan Obat Dewa

Indonesia termasuk negara yang dinilai ‘mudah' memutuskan penggunaan antibiotik dalam pengobatan. Kelihatannya hampir semua penyakit (dicoba) diobati dengan antibiotik. Paham yang keliru di masyarakat seringkali menganggap, jika berobat ke dokter dan tidak diberi antibiotik, maka kurang ‘paten' penyembuhannya. Hal ini didorong pula oleh mudahnya kita membeli obat antibiotik secara langsung di hampir semua apotek, padahal menurut peraturannya, antibiotik adalah golongan obat keras yang penggunaannya harus dengan resep dokter.

Berbagai antibiotik yang ditemukan sampai saat ini memang terbilang ampuh untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi, selama penggunaannya tepat. Sehingga kita seringkali menganggap antibiotik sebagai obat yang begitu hebat yang bisa mengobati berbagai macam penyakit. Padahal antibiotik hanyalah obat anti-infeksi yang hanya bisa bekerja pada bakteri saja. Penyakit-penyakit lain yang tidak diakibatkan oleh bakteri, seperti flu yang disebabkan oleh virus, tidak dapat diobati dengan antibiotik.

Yang lebih merisaukan, dan sebetulnya cenderung membahayakan, penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau tidak perlu yang terjadi secara meluas di berbagai tempat di dunia pada masa yang sama, disinyalir telah menyebabkan meningkatnya resistensi antibiotik secara global. Dalam satu dekade terakhir, hampir semua bakteri di dunia menjadi lebih kuat dan kurang responsif terhadap antibiotik yang sebelumnya terbukti ampuh untuk membunuhnya. Artinya, penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau tidak perlu malah menjadi mata pisau yang berbalik menyerang kita. Dan inilah yang menjadikan beratnya perkembangan ilmu pengobatan di dunia, karena setiap kali harus selalu ditemukan obat antibiotik jenis baru, untuk mengatasi resistensi bakteri terhadap obat yang saat ini beredar.

Pengobatan Tanpa Obat

Kembali ke penyakit flu yang sedang dibahas di awal, sebetulnya tubuh memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang baik untuk melawan virus, jika kondisi fisiknya sehat. Oleh karena itu seringkali flu menyerang seseorang yang memang kondisi fisiknya sedang lemah, misalnya terlalu letih atau terlalu banyak beraktivitas sehingga energinya terforsir. Karena tubuh kita mampu melawan virus influenza biasa, maka langkah yang paling tepat mengobati flu adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh penderitanya.

Dua hal yang paling penting dalam upaya sembuh dari flu adalah : istirahat dan banyak minum air putih. Istirahat yang cukup memberi waktu bagi tubuh untuk membangun kembali daya tahannya, serta untuk memperbaiki sel-sel yang rusakakibat serangan virus flu. Sedangkan banyak minum air putih memang disarankan untuk berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan, karena dengan banyak minum air putih, tubuh tidak akan kekurangan cairan, dan dengan banyak berkemih akibat banyaknya air yang terbuang, zat-zat beracun dari dalam tubuh juga ikut terbuang. Untuk mempercepat proses penyembuhan, multivitamin yang mengandung vitamin B kompleks dan vitamin C juga baik dikonsumsi selama masa penyembuhan, karena vitamin-vitamin tersebut juga berfungsi sebagai katalis proses pembentukan sel-sel baru.

Influenza biasanya disertai juga dengan nyeri atau gatal di tenggorokan dan juga hidung berair dan bahkan berlendir. Nyeri dan gatal di tenggorokan bisa diatasi dengan makan permen antiseptik khusus tenggorokan yang banyak dijual secara umum di toko obat, apotek dan minimarket. Permen antiseptik, selain berfungsi menganestesi syaraf lokal tenggorokan agar tidak terasa gatal, antiseptiknya juga berfungsi mengobati luka pada tenggorokan yang menyebabkan rasa gatal dan nyeri tersebut. Sedangkan untuk mengatasi hidung tersumbat bisa menggunakan nasal spray, untuk anak-anak dan balita ada produk nasal drops yang bisa didapatkan di toko obat dan apotek, atau bisa juga dibantu dengan menghirup uap air panas yang telah diberi obat gosok yang mengandung menthol.

Influenza biasa yang disebabkan oleh virus sebetulnya akan sembuh setelah sekitar satu sampai dengan dua minggu, namun jika sakitnya berkepanjangan, atau flu disertai dengan demam tinggi, batuk-batuk, dan nyeri kepala, maka tidak boleh dianggap enteng, karena kemungkinan besar ini bukanlah penyakit flu biasa, dan penderitanya harus segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa lebih lanjut.
Mia - dari berbagai sumber